Minggu, 07 Agustus 2016

MINIRISET EFEK TERATOGEN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata) PADA MENCIT (Mus musculus) BETINA YANG HAMIL.



EFEK TERATOGEN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata) PADA MENCIT (Mus musculus) BETINA YANG HAMIL.

Dosen Pembimbing:
dr. Tias Pramesti G.


Oleh:
Lely Choirunnisa’ (13620100)
Maria Ulfa (136200)









JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Teratologi merupakan studi mengenai perkembangan janin yang tidak normal serta cacat bawaan yang disebabkan oleh bahan kimia dari luar atau agen fisik, yang merupakan perkembangan dari penelitian medis pada penelitian untuk pemberantasan dari cacat bawaan. Kelainan pada bayi diketahui terjadi dalam jumlah besar; sekitar 7-10% dari semua anak yang membutuhkan penanganan medis yang ekstensif untuk mendiagnosa atau mengobati cacat lahir; hal ini membahayakan kualias hidup jutaan orang di seluruh dunia. Hampir semua agen terapeutik meyeberangi pembatas plasenta dan memasuki sirkulasi janin. Setiap agen yang diberikan selama kehamilan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan beberapa macam kelainan struktural pada neonatus pada saat lahir hingga membuktikan sebaliknya. Cacat lahir atau kelainan kongenital (cacat bawaan) merupakan kelainan struktural dari bermacam kenampakan dalam kelahiran. Hal tersebut bisa makroskopik maupun mikroskopik, pada permukaan atau di dalam tubuh (Aboubakr, 2014).
Daun sirsak mempunyai kasiat yang manjur untuk menyembuhkan penyakit kanker. Daun sirsak menjadi alternatif banyak pasien untuk mengobati yang mana daunnya mudah di dapat dan rasanya juga enak. Kandungan acetoginin dalam daun sirsak mempunyai manfaat untuk menyerang sel kanker dengan aman dan efektif secara alami, tanpa rasa mual, berat badan turun, rambut rontok, seperti yang terjadi pada terapi kemo. Banyak pasien kanker mempercayai manfaat dari daun sirsak sebagai salah satu alternatif untuk mengobati kanker. Daun sirsak bersifat seperti kemoterapi dan mempunyai kemampuan untuk membunuh sel-sel yang tumbuh abnormal, serta membiarkan sel-sel yang tumbuh normal (Utari, 2013).
Daun tersebut mengandung zat anti kanker yang disebut acetogenins, yang dapat membunuh sel-sel kanker tanpa mengganggu sel-sel sehat dalam tubuh manusia. Fenol merupakan suatu gugus dari senyawa acetogenins yang sebenarnya juga senyawa toksik. Fenol sering digunakan sebagai zat antiseptik dan antibakteria (Hermawan, 2013). Dalam usaha penemuan obat baru, tahap pengujian toksisitas dan keamanan merupakan tahap awal yang harus dilalui. Setiap zat kimia baru harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas. Salah satu uji toksisitas yang diisyaratkan adalah uji teratogenitas. Teratologi dengan giat dikembangkan sejak munculnya cacat lahir, akibat penggunaan Thalidomida pada permulaan tahun enam puluhan di Eropa, yang diketahui merupakan penyebab gangguan pada pembentukan fetus. Pada fetus, kemungkinan terakumulasinya senyawa pada plasenta sangat tinggi, karena fetus belum memiliki sistem metabolisme yang sempurna (Almahdy. 2008).

1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana efek teratogen ekstrak daun sirsak (Annona muricata) terhadap anatomi janin mencit?

1.3.Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui efek teratogen ekstrak daun sirsak (Annona muricata) terhadap anatomi janin mencit.

1.4.Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh dari pemberian ekstrak daun sirsak terhadap perkembangan janin mencit.
2. Pembaca dapat mengetahui keamanan ekstrak daun sirsak terhadap kehamilan terutama pada periode organogenesis.

1.5.Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.  Adanya pengaruh teratogenik ekstrak daun sirsak (Annona muricata) terhadap anatomi janin mencit. 

1.6.Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Sampel percobaan menggunakan tikus dengan usia kehamilan berumur 10 hari sejumlah 12 ekor.
2.    Perlakuan diberikan ekstrak daun sirsak (Annona muricata) dengan konsentrasi 350 mg/kgBB, 700 mg/kgBB, 1400 mg/kgBB.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1  Teratologi
Teratologi adalah studi tentang mekanisme dan manifestasi dari perkembangan yang menyimpang dari sifat struktural dan fungsional. Zat kimia yang secara nyata mempengaruhi perkembangan janin menimbulkan efek yang berubah-ubah mulai dari kematian sampai kelainan bentuk (malformasi) dan hambatan pertumbuhan. Secara kolektif respon-respon ini disebut efek embriotoksik. Banyak zat kimia yang mempunyai sifat embriotoksik. Beberapa zat dapat mengakibatkan letal sedang yang lainnya mampu menimbulkan kelainan pada janin. malformasi janin tersebut disebut terata dan zat kimia yang menimbulkan terata disebut zat teratogen atau zat teratogenik (Setiawan. 2009).
Efek toksik terhadap suatu janin secara eksperimental dapat diperoleh dengan cara memberikan suatu zat kepada induknya. Janin mengandalkan induknya untuk pertumbuhan dan pemeliharaannya. Efisiensi plasenta yang bertindak sebagai penghalang perpindahan suatu zat dari induk ke janinnya tergantung pada umur kehamilan. Pada awal kehamilan tebal barrier plasenta adalah 25 mikrometer dan pada akhir kehamilan adalah 2 mikrometer. Fungsipengeluaran atau bahkan fungsi endokrin dari plasenta mungkin secara langsung dapat dipengaruhi oleh zat kimia, yang mengakibatkan suatu efek merusak tidak langsung terhadap keselamatan janin. Apabila suatu zat dapat mengakibatkan toksisitas terhadap induk, efek seperti itu akan diperkirakan dapat mempengaruhi lingkungan intrauterin janin. Sifat teratogenik atau dismorfogenik suatu zat tergantung pada beberapa faktor antara lain kepekaan spesies, dosis obat/zat kimia, dan yang terpenting adalah periode kritis perkembangan yaitu ketika janin dalam fase organogenesis. Pada manusia periode kritis ini terjadi antara minggu ke- 3 sampai ke-8 pasca konsepsi. Pada tikus dan mencit, periode kritis perkembangan janin berkisar antara hari ke-5 sampai hari ke-15 (Setiawan.2009).
Pengaruh obat-obatan terhadap janin berkaitan dengan jumlah bahan didalam peredaran darah (serum), absorbsi dalam usus, metabolisme, ikatan dengan protein (protein binding), penyimpanan dalam sel, uuran molekul dan kelarutan bahan tersebut dalam lemak yang merupakan faktor yang menentukan kemampuan obat untuk menembus barier plasenta. Beberapa jenis obat memang telah diketahui memberikan efek teratogenik pada dosis yang relatif rendah pada saat yang tepat misalnya alkohol, thalidomide, antagonis asam folat dan lain-lainnya, akan tetapi yang penting diketahui adalah bahwa pemakaian obat-obat tersebut meskipun mempunyai efek teratogenik bila diberikan setelah periode yang kritis tersebut tidak lagi memberikan kelainan-kelainanyang bersifat struktural (Gondo. 2007).
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebagai bahan teratogenik antara lain (Gondo. 2007):
1.   Telah terbukti bahwa kelainan yang terjadi pada janin berhubungan dengan pemberian obat tertentu selama masa perkembangan perinatal.
2.  Temuan-temuan yang konsisten oleh dua atau lebih penelitian epidemiologik yang berbobot, kuat uji dan risiko relatif yang memadai (RR. 6 atau lebih ).
3.  Batasan klinis untuk menentukan kelainan bawaan atau gejala-gejala yang spesifik.
4.  Paparan yang jarang berhubungan dengan kejadian kecacatan yang jarang pula.
5.  Hubungan tersebut harus dapat dijelaskan melalui patofisiologi yang benar.
Berbagai zat kimia dan obat yang mempunyai efek teratogenik adalah : alkaloid, zat androgen, antibiotika, obat antiepilepsi, obat antitumor, kortikosteroid, thalidomide, insulin, obat hipoglikemik, obat untuk kelenjar tiroid, Asam Dietilamid Lisergat, dan air raksa organik. Sifat teratogenik obat/zat kimia dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yakni obat/zat kimia dengan sifat teratogen pasti (known teratogens), obat/zat kimia dengan kecurigaan kuat bersifat teratogen (probable teratogens), obat/zat kimia yang diduga bersifat teratogen (possible teratogens). Agen teratogenik dosis tinggi akan menyebabkan kematian sel dalam jumlah tinggi sehingga terjadi embrioletalis (Setiawan.2009).
Masuknya zat asing ke dalam embrio mamalia adalah melalui plasenta. Agen kimia dan fisika dengan berat molekul kecil dapat masuk embrio dengan mudah melewati halangan plasenta. Permeabilitas membran plasenta menentukan banyak sedikitnya zat asing yang dapat masuk ke embrio. Zat asing seperti kombucha yang dikonsumsi ibu hamil dapat menembus sawar plasenta sebagaimana halnya dengan nutrisi yang dibutuhkan janin, dengan demikian mempunyai potensi untuk menimbulkan efek pada janin. Janin yang belum berkembang sempurna tidak dapat memetabolisme zat asing dengan baik sehingga akan memberikan efek negatif dan mempengaruhi perkembangan normal janin maupun bayi yang baru lahir. Kebanyakan zat asing dapat melewati sawar plasenta dengan mudah, sehingga membuat janin sebagai penerima zat asing yang tidak berkepentingan (Setiawan.2009).

2.2  Daun Sirsak (Annona muricata L.)
Sirsak (Annona muricata L.) merupakan salah satu tanaman buah dari Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Buah sirsak rasanya manis agak asam. Komposisi daun sirsak meliputi: Alkaloid, acetogenin, Asam amino, Karbohidrat, Protein, Lemak, Polifenol (termasuk di dalamnya flavonoid), minyak esensial, Terpen dan senyawa aromatik
Pada daun sirsak terkandung senyawa acetogenins yang merupakan senyawa polyketides dengan struktur 30-32 rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus 5-metyl-2-furanone. Rantai furanone dalam gugus hydrofuranone pada C23 memiliki aktivitas sitotoksik (Hermawan. 2013).
Sirsak memiliki klasifikasi yaitu:
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo: Magnoliales
Famili: Annonaceae
Genus: Annona
Spesies: Annona muricata L. (Depkes RI, 2001)
Tanaman sirsak termasuk tanaman tahunan yang dapat tumbuh dan berbuah sepanjang tahun, apabila air tanah mencukupi selama pertumbuhannya. Di Indonesia tanaman sirsak menyebar dan tumbuh baik mulai dari daratan rendah beriklim kering sampai daerah basah dengan ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Daun sirsak berwarna hijau muda sampai hijau tua memiliki panjang 6-18 cm, lebar 3-7 cm, bertekstur kasar, berbentuk bulat telur, ujungnya lancip pendek, daun bagian atas mengkilap hijau dan gundul pucat kusam di bagian bawah daun, berbentuk lateral saraf. Daun sirsak memiliki bau tajam menyengat dengan tangkai daun pendek sekitar 3-10 mm.
Daun sirsak mempunyai khasiat yang manjur untuk menyembuhkan penyakit kanker. Daun sirsak menjadi alternatif banyak pasien untuk mengobati yang mana daunnya mudah di dapat dan rasanya juga enak. Kandungan acetoginin dalam daun sirsak mempunyai manfaat untuk menyerang sel kanker dengan aman dan efektif secara alami, tanpa rasa mual, berat badan turun, rambut rontok, seperti yang terjadi pada terapi kemo. Banyak pasien kanker mempercayai manfaat dari daun sirsak sebagai salah satu alternatif untuk mengobati kanker. Daun sirsak bersifat seperti kemoterapi dan mempunyai kemampuan untuk membunuh sel-sel yang tumbuh abnormal, serta membiarkan sel-sel yang tumbuh normal. Senyawa acetoginin yang terdapat dalam daun sirsak berperan sebagai inhibitor sumber energi untuk pertumbuhan sel kanker. Kekuatan energi menyebabkan sel tidak bisa membelah dengan baik. Acetogenin yang ikut masuk ke dalam tubuh akan menempel pada reseptor dinding sel dan berfungsi merusak ATP di dinding mitokondria. Akibatnya produksi energi didalam sel kanker terhenti dan akhirnya sel kanker akan mati. Kanker dikenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena proses penyembuhan dan pengobatannya sangat mahal. Akibat yang ditimbulkan juga sangat fatal. Penyembuhan kanker secara medis biasanya ditangani dengan kemoterapi, operasi, dan radioterapi. Faktor eksternal yang dapat menyebabkan kanker, yaitu radiasi, radikal bebas, sinar ultra violet, virus, infeksi, rokok, dan bahan kimia dari makanan. Sementara faktor internal yang menyebabkan kanker yaitu faktor genetik atau bawaan, faktor hormonal, faktor kejiwaan, dan kekebalan tubuh. Daun sirsak yang mudah didapat ternyatadapat membunuh sel sel kanker berkat kandungan acetogenin yang terdapat didalamnya (Utari. 2013).
Senyawa acetogenin pada daun sirsak memiliki cara kerja serupa dengan satu obat kemoterapi. Obat kemoterapi kanker itu adalah adreamycin (sebuah nama dagang). Menurut Dr Aru Wisaksono Sudoyo, ahli hematologi dan onkologi di Jakarta, adreamycin memang merupakan salah satu obat kemoterapi kanker. Adreamycin populer lantaran efektif mengobati leukimia dan kanker seperti paru-paru, payudara, dan tiroid. Adriaycin mengandung senyawa antikanker doxorubicin. Senyawa itu mampu mengganggu aktivitas pembelahan DNA pada sel kanker. Ujung-ujungnya sel kanker sulit untuk tumbuh dan berkembang. Singkat kata tugas adreamycin yang di berikan lewat penyuntikan atau infus itu adalah membunuh sel kanker. Senyawa acetogennis pada daun sirsak bekerja mirip adreamycin itu. Acetogenin mampu menghambat produksi energi ATP di dalam sel kanker. Efeknya pembelahan sel kanker terganggu (Utari. 2013).  
Anti kanker menghambat mitosis yang berlebihan sebagai agen alkilasi, antimitosis, dan antimetabolit. Sebagai agen alkilasi, mengganggu DNA karena gugus alkilnya sangat reaktif terhadap DNA, RNA dan beberapa enzim tertentu. Zat alkilasi diduga bereaksi dengan posisi 7-guanin pada untai ganda DNA dan menyebabkan adanya rangkai silang. Hal ini mempengaruhi untai DNA dan mencegah mitosis. Antimitosis dengan cara menghambat pembelahan sel, sebagai antimetabolit dengan mengganggu sintesis DNA tetapi dengan jalan antagonis yaitu memiliki rumus kimia yang mirip dengan rumus beberapa metabolit tertentu yang penting bagi fisiologi sel seperti asam folat, purin dan pirimidin (Setiawan. 2009).




BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian miniriset mengenai efek teratogen ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) dilaksanakan pada tanggal 11-16 Mei 2016, di Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Tekhnologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

3.2. Alat dan Bahan
A.  Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Gelas ukur                                                                                                  1 buah
2.    Timbangan analitik                                                                                     1 buah
3.    Spoon                                                                                                         1 buah
4.    Wadah plastik                                                                                            3 buah
5.    Sonde                                                                                                         3 buah
6.    Kandang                                                                                                     4 buah
7.    Tempat minum                                                                                           4 buah
8.    Sarung tangan                                                                                            1 pasang
9.    Alat bedah                                                                                                  4 set
10.    Papan seksi                                                                                               4 set
11.    Kamera                                                                                                     1 buah
12.    Penggaris                                                                                                  1 buah

B.  Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Mencit hamil                                                                                              12 ekor
2.    Ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.)                                                600 mg
3.    Aquades                                                                                                     45 ml
4.    Serbuk gergaji                                                                                            1 sak
5.    Pakan mencit                                                                                              1 bungkus

3.3. Langkah kerja
Langkah kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Disiapkan mencit hamil dengan usia kehamilan hari ke-13 sebanyak 12 ekor.
2.    Dibagi mencit-mencit hamil menjadi 4 kelompok masing-masing 3 ekor mencit. Kelompok mencit tersebut yaitu:
a.    Kelompok 1, menerima ekstrak daun sirsak secara oral dengan dosis 350 mg/kgBB.
b.    Kelompok 2, menerima ekstrak daun sirsak secara oral dengan dosis 700 mg/kgBB.
c.    Kelompok 3, menerima ekstrak daun sirsak secara oral dengan dosis 1400 mg/kgBB.
d.   Kelompok 4, menjadi kelompok kontrol dan menerima air murni secara oral.
3.    Dilakukan pencekokan dari hari kehamilan ke-13 hingga ke-17.
4.    Setelah usia kehamilan ke-17, perut mencit dibedah dan diambil janin pada masing- masing uterus.
5.    Diperiksa anatomi janin pada tiap perlakuan.
6.    Dicatat hasilnya pada tabel perlakuan.






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan
Perlakuan/mencit
1
2
3
1
-
-
1-10= all normal
2
1.
2.
3
4.
5.
6.


1.normal
2.gumpalan putih di lambung
3. normal
4. gumpalan putih di lambung
5-7= normal
8=paru-paru besar sebelah
9. normal
10. perdarahan di leher
3
1.Hati lebih kecil, ginjal normal, usus normal, normal
2. normal, hati lebih kecil
3-14= normal

-
Kontrol


1.pendarahan di dada, organ normal
2-7= normal

4.2 Pembahasan
Pembahasan pada penelitian Teratologi ini yang bertopik efek zat teratogenic yang diberikan pada mencit dalam fase organogenesis sehingga berat badan mencit mengalami peningkatan. Organogenesis merupakan fase dimana terjadi pembentukan organ ataupun alat tubuh dengan diawali dari pembentukan embrio (bentuk primitif) menjadi fetus (bentuk definitif) kemudian berdiferensiasi menjadi bentuk dan rupa yang spesifik  dalam 1 species. Sehingga dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui uji keteratogenikan suatu bahan dengan mengetahui bahan yang bersifat teratogenik dan mengetahui dampak teratogen terhadap perkembangan fetus. Bahan yang digunakan sebagai zat terogenik adalah daun sirsak atau Annona muricata L yang diduga mempunyai kandungan teratogenic. Sehingga dalam penambahan zat tersebut dapat diketahui seberapa effektif daun sirsak sebagai teratogenic.
Faktor lingkungan yang mengakibatkan kecacatan pada embrio terdiri atas (Yatim, 1994):
1.      Infeksi, cacat dapat terjadi jika induk yang kena penyakit infeksi, terutama oleh virus.
2.      Obat, berbagai macam obat yang diminum ibu waktu hamil dapat menimbulkan cacat pada janinnya.
3.      Radiasi, ibu hamil yang diradiasi sinar-X , ada yang melahirkan bayi cacat pada otak. Mineral radioaktif tanah sekeliling berhubungan erat dengan lahir cacat bayi di daerah bersangkutan.
Daun sirsak mempunyai kasiat yang manjur untuk menyembuhkan penyakit kanker. Daun sirsak menjadi alternatif banyak pasien untuk mengobati yang mana daunnya mudah di dapat dan rasanya juga enak. Kandungan acetoginin dalam daun sirsak mempunyai manfaat untuk menyerang sel kanker dengan aman dan efektif secara alami, tanpa rasa mual, berat badan turun, rambut rontok, seperti yang terjadi pada terapi kemo. Banyak pasien kanker mempercayai manfaat dari daun sirsak sebagai salah satu alternatif untuk mengobati kanker. Daun sirsak bersifat seperti kemoterapi dan mempunyai kemampuan untuk membunuh sel-sel yang tumbuh abnormal, serta membiarkan sel-sel yang tumbuh normal (Utari, 2013).
Senyawa acetoginin yang terdapat dalam daun sirsak berperan sebagai inhibitor sumber energi untuk pertumbuhan sel kanker. Kekuatan energi menyebabkan sel tidak bisa membelah dengan baik. Acetogenin yang ikut masuk ke dalam tubuh akan menempel pada reseptor dinding sel dan berfungsi merusak ATP di dinding mitokondria. Akibatnya produksi energi didalam sel kanker terhenti dan akhirnya sel kanker akan mati. Daun sirsak yang mudah didapat ternyata dapat membunuh sel sel kanker berkat kandungan acetogenin yang terdapat didalamnya. Senyawa acetogennis pada daun sirsak bekerja mirip adreamycin itu. Acetogenin mampu menghambat produksi energi ATP di dalam sel kanker. Efeknya pembelahan sel kanker terganggu (Utari, 2013).
Awal mulanya mencit yang diduga hamil disendirikan dalam suatu kandang sehingga tidak tercampur dengan yang lain digunakan mencit yang hamil sebanyak 12 ekor, diaklimatisasi terlebih dahulu selama tujuh hari, untuk membiasakan diri dengan lingkungan baru agar tidak mudah stress nantinya. dibagi mencit yang hamil sebanyak 4 perlakuan yakni kontrol, perlakuan 1 konsentrasi 350 mg/kg bb, perlakuan 2 konsetrasi 700 mg/kg bb, dan perlakuan 3 konsentrasi 1400 mg/kg bb masing-masing menggunakan 3 ekor mencit dalam satu kandang. Mencit betina yang hamil dicekoki dengan bahan teratogenik, mulai hari kehamilan ke-14 sampai kehamilan ke-17 dengan dosis yang ditentukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak teratogen yang diberikan terhadap fetus mencit dan berat badan mencit. 
Diketahui jumlah anakan fetus yang hamil maupun yang tidak hamil adalah pada perlakuan ke 1 ulangan tikus ke 1 setelah dilakukan pemebdahan ternyata tikus tidak mengalami kebuntingan, pada ulangan tikus ke 2 ternyata mati pada saat aklimatisasi, sedangkan pada ulangan ke 3 setelah dibedah induk mencit mempunyai fetus sebanyak 10 ekor fetus. Perlakuan ke 2 pada konsentrasi 700 mg/kg bb diketahui pada ulangan tikus ke 1 diketahui induk mempunyai anakan sebanyak 6 ekor, lalu pada ulangan mencit ke 2 diketahui mempunyai anakan hanya 2 ekor fetus saja, sedangkan pada ulangan ke 3 diketahui induk mencit mempunyai anakan sebanyak 10 ekor fetus. Dari pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa pada perlakuan 1 dan 2 diketahui bahwa fetus pada saat dikeluarkan dari uterusnya masih dalam keadaan hidup, sehingga masih bisa untuk diamati.
Perlakuan selanjutnya adalah dengan menggunakan perlakuan 3 dan control. Pada perlakuan 3 pada konsentrasi 1400 mg/kg bb. Diketahui pada perulangan ke 1 didapatkan fetus yang sudah melahirkan mungkin disebabkan oleh kesalahan hitung pada saat awal mulai kehamilan, namun pada saat hari pembedahan janin masih hidup sehingga masih bisa dilakukan pengamatan morfologi maupun anatominya, didapatkan fetus sebanyak 14 ekor , lalu pada perulangan ke 2 diketahui indukan terdapat fetus dalam uterusnya sebanyak 6 ekor fetus. Pada perulangan ke 3 diketahui mencit mati selama masa aklimatisasi. Pada perlakuan kontrol diketahui keseluruhan mencitnya masih hidup, pada perulangan ke 1 diketahui indukan mempunyai fetus sebanyak 10 ekor, perulangan ke 3 sebanyak 7 ekor. Untuk dapat mengetahui efek yang ditimbulkan oleh zat teratogenic maka perlu dilakukan pengamatan morfologi dan anatomi fetus.
4.2.1 Perlakuan Kontrol
Pembedahan pada mencit hamil yang dilakukan hari ke 17 pada perlakuan kontrol dengan tanpa adanya pemberian zat teratogenik sehingga hanya sebagai pembanding dengan fetus-fetus pada berbagai konsentrasi perlakuan. Pengamatan terhadap kenaikan berat badan mencit selama kebuntingan dilakuakan untuk melihat kesehatan induk secara umum. Menurut Guyton (1983) kenaikan berat badan mencit disebabkan oleh perkembangan fetus dan bertambahnya volume cairan amnion, plasenta, serta selaput amnion. Dalam periode ini dilakukan penimbangan berat badan mulai dari pemberian zat uji sampai selesai pemberian zat teratogenik atau akhir dari dari periode organogenesis pada hari ke 17, yang bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh senyawa zat teratogenic terhadap morfologi fetus dan berat badan induk dan fetus dari mencit tersebut.
Pemeriksaan pada janin dilakukan pembedahan pada induk mencit betina dan mengeluarkan fetus mencit pada hari ke 17, karena mencit yang melahirkan secara spontan atau sebelum hari kelahiran ke 18 biasanya induk akan memakan anaknya yang cacat ataupun yang hampir mati. Dengan dilakukan pembedahan juga dapat teramati resorpsi yang terjadi (Wilson, 1997) Baik maupun janin yang sudah lahir seelum hari ke 17 maka dilakukan pembedahan untuk melihat anatomi langsung dari fetus yang dibedah baik fetus yang sudah dilahirkan atau yang belum dilahirkan. Fetus yang sudah dibedah dilihat kelengkapan bagian anatominya sehingga bisa dibuat pembanding Antara control dengan berbagai konsentrasi yang dilakukan sehingga bisa dibuatkan kesimpulan tentang pengaruh dari zat teratogenic terhadap morfologi maupun berat badan fetus mencit.
Setelah dilakukan penimbangan berat badan fetus pada perlakuan control diketahui pada ulangan ke 1 yang mempunyai fetus sebanyak 10 ekor pada fetus pertama diketahui berat badan 1,5 gram sedangkan panjang 2 cm, pada fetus ke dua diketahui berat badannya 1,5 gram sedangkan panjangnya 2,2 cm, pada fetus ketiga diketahui berat badanya 1,5 gram dan panjangnya 2 cm, pada fetus ke empat berat badannya 1 gram dengan panjang 2 cm, pada fetus ke lima diketahui berat badanya 1,5 gram, pada fetus ke enam diketahui berat badan seberat 1 gram dengan panajang 2,2 cm, pada fetus ke tujuh diketahui berat badan seberat 1,5 gram dengan panjang 2,2 cm, pada fetus ke delapan diketahui berat badanya seberat 1,5 gram dengan panjang 2 cm, pada fetus ke Sembilan diketahui berat badanya 1,5 gram dengan panjang 2 cm, pada fetus terakhir diketahui berat badan seberat 1,5 gram dengan panjang 2 cm.
Perlakuan kontrol dengan ulangan ke tiga memperlihatkan indukan mempunyai fetus sebanyak 7 ekor, pada fetus pertama berat badannya seberat 1,1 gram dengan panjang 2 cm, pada fetus kedua berat badan 1,05 gram dengan panjang 2,3 cm, pada fetus ketiga dengan berat badan 1,16 gram dengan panjang 2,4 cm, pada fetus ke empat diketahui berat badanya seberat 1,07 gram dengan panjang 2 cm, pada fetus ke lima diketahui berat badan seberat 1,14 dengan panjang 2,1 gram, pada fetus ke enam diketahui berat badan 1,18 dengan panjang 2 cm, pada fetus terakhir ke tujuh diketahui berat badannya seberat 1,18 dengan panjang fetus setinngi 2,2 cm. setelah itu dilakukan pemebdahan fetus untuk mengetahui anatomi fetus tersebut.
Pembedahan pada mencit setelah dilakukan penimbangan dan pengukuran, pembedahan dilakukan untuk mengetahui kelengkapan organ anatomi pada tubuh fetus setelah dilakukan pembedahan. Pengamatan anatomi mencit pada perlakuan kontrol terlihat pada ulangan ke 1 diketahui fetus dalam keadaan normal dengan organ bagian dalam yang sudah terbentuk dengan lengkap, pada ulangan ke tiga diketahui pada fetus ke satu terjadi pendarahan pada daerah dada mungkin disebabkan oleh kesalahan pada saat dislokasi awal pada fetus namun organ-organ sudah lengkap, pada fetus ke dua sampai ke tujuh diketahui organ-organ bagian dalam sudah mulai lengkap. Sehingga diketahui ketidaknormalan pada perlakuan kontrol hanya disebabkan oleh kesalahan pada saat dislokasifetus untuk pembedahan. Hal tersebut sesuai dengan Marusin, (2011) bahwa adanya tapak resorpsi (gumpalan merah yang tertanam pada uterus) disebabkan karena pengaruh warfarin pada masa organogenesis, dimana tidak terdapat lagi sifat totipotensi sel sehingga tidak dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi dan tidak terjadi perkembangan selanjutnya. Akibatnya fetus mencit mati dan hanya terbentuk gumpalan merah.

4.2.2 Perlakuan 1 Konsentrasi 350 mg/kg bb
Pembedahan hari ke 17 pada perlakuan 1 menggunakan konsentrasi daun sirsak 350 mg/kg bb menunjukkan hanya satu ekor mencit yang mengalami kehamilan, dikarenakan satu ekor mencit pada perulangan 1 tidak adanya kebuntingan pada uterusnya, sedangkan perlakuan ke 2 menunjukkan mencit dalam         keadaan mati dikarenkan penyesuaian diri atau aklimatisasi yang tidak mendukung kelangsungan perkembangbiakannnya. Perulangan 3 menunjukkan bahwa mencit mengalami kehamilan sehingga pada saat dibedah pada kehamilan ke 17 fetus masih hidup didalam uterus. Fetus yang yang sudah dikeluarkan dari uterus dan dibersihkan dari cairan amnionya kemudiannya fetusnya di timbang dan diukur.
Penimbangan dan pengukuran pada fetus dengan pengulangan ke 3 pada perlakuan ke tiga menunjukkan pada anakan ke satu menujukkan berat badan seberat 1 gram, pada fetus ke 2 menunjukkan berat badan seberat 1,05 gram dengan panjang 1,9 cm, pada fetus ke 3 menunjukkan berat badan seberat 0,92 gram dengan panjang 2 cm, pada fetus ke empat dengan berat badan 1 gram dengan panjang 2 cm, pada fetus kelima menunjukkan berat badan seberat 1,05 dengan panjang 1,9 cm, pada fetus ke enam 1,08 gram dengan panjang 1,8 cm, pada fetus ke tujuh menunjukkan berat fetus sebanyak 1,06 gram dengan panjang 2,2 cm, pada fetus ke delapan menunjukkan seberat 0,95 dengan panjang 1,8 cm, pada fetus ke Sembilan berat badan fetus menunjukkan 1,07 gram dengan panjang 2 cm, pada fetus ke sepuluh menunjukkan berat badan fetus seberat 1,08 gram dengan panjang 2 cm. hal tersebut menunjukkan penurunan berat badan yang sedikit dari pada ukuran normal.
Penurunan berat badan pada konsentrasi 350 mg/kg bb dapat menurunkan berat badan, hal tersebut juga sesuai dengan literature yakni Wilson (1997) bahwa penurunan berat badan janin pada pembedahan hari ke-18 memiliki berat 1,2 sampai 1,4 gram sehingga berat badan dengan pemberian sari akar manis masih dalam kisaran yang normal. Literature yang lain juga menjelaskan tentang penurunan berat badan yakni Siburian (2009) bahwa Ratarata berat badan fetus kontrol adalah 1,22 gram. Penurunan berat badan juga bisa berpengaruh pada kelengkapan organ-organ dalam pada fetus mencit yang teramati. Setelah dilakukan penimbangan dan pengukuran pada fetus.
Pembedahan setelah dilakukan penimbangan dan pengukuran memperlihatkan fetus yang diamati pada perlakuan pertama dengan konsentrasi 350 mg/kg bb pada perulangan ke tiga menunjukkan kelengkapan pada organ pada keseluruhan fetus yang sudah dikeluarkan dari uterus induknya. Kelengkapan pada organnya lengkap mulai dari jantung, paru-paru, ginjal, usus halus, usus besar dan lain sebagainya namun ukurannya kecil dikarenakan fetusnya juga kecil namun dalam fungsinya termasuk dalam kondisi normal. Pemberian perlakuan pada konsentrasi 350 mg/kg bb menunjukkan mempunyai efeksitas hanya pada penurunan berat badan namun pada kelengkapan anatominya tidak berpengaruh pada konsentrasi daun sirsak pada konsentrasi 350 mg/ kg bb.

4.2.3 Perlakuan 2 Konsentrasi 700 mg/kg bb
Pembahasan pada perlakuan 2 konsentrasi 700 mg/kg bb yang telah dilakukan pada hewan percobaan mencit yang telah dilakukan untuk mengetahui efek dari zat teratogenic yang diberikan pada mencit dalam fase oorganogenesis. Pembedahan mencit yang dilakukan pada hari ke 17 setelah kelahiran, pada perlakuan 2 konsentrasi 700 mg /kg bb memperlihatkan pada perulangan ke 3 memperlihatkan berat badan yang terlihat menurun pada perlakuan ke 2 ini. Pada fetus perulangan ke 3, pada fetus ke satu memperlihatkan berat badan seberat 0,89 gram dengan panjang 1,7 cm, pada fetus ke dua memperlihatkan berat badan seberat 0,93 gram dengan panjang 1,8 cm, pada fetus ketiga memperlihatkan berat badan 0,88 gram dengan panjang dengan panjang 1,9 cm, pada fetus keempat 0,88 gram dengan panjang 2 cm, pada fetus ke lima 0,77 gram dengan panjang 1,6 cm, pada fetus keenam dan ketujuh memperlihatkan 0,90 gram dengan panjang 1,8 cm, pada fetus ke delapan 0,96 dengan panjang 2 cm, pada fetus ke Sembilan menunjukkan berat badan 0,84 dengan panjang 1,9 cm dan pada fetus ke sepuluh menunjukkan berat badan 0,83 gram dengan panjang 1,8 cm.
Perlakuan pada konsentrasi 700 mg/kg bb menunjukkan penurunan berat badan yang lebih tajam dibandingkan dengan perlakuan satu menggunakan konsentrasi 350 mg/kg bb yang tidak terlalu besar dalam penurunan berat badannya. Hal tersebut sesuai dengan literatur yakni Wilson (1997) bahwa penurunan berat badan janin pada pembedahan hari ke-18 memiliki berat 1,2 sampai 1,4 gram sehingga berat badan dengan pemberian sari akar manis masih dalam kisaran yang normal. Literature yang lain juga menjelaskan tentang penurunan berat badan yakni Siburian (2009) bahwa Ratarata berat badan fetus kontrol adalah 1,22 gram. Penurunan berat badan juga bisa berpengaruh pada kelengkapan organ-organ dalam pada fetus mencit yang teramati. Setelah dilakukan penimbangan dan pengukuran pada fetus.
Menurut Setyawati (2011), bobot badan adalah parameter penting untuk mengetahui pengaruh senyawa asing terhadap fetus, ditunjukkan dengan penurunan bobot fetus. Laju pertumbuhan dan perkembangan fetus menentukan variasi ukuran anakan. Rataan bobot anakan mencit normal pada umur kehamilan hari ke-17 adalah 2 gram. Menurut Yantrio et al. (2002), penurunan bobot badan fetus merupakan bentuk teringan dari ekspresi teratogenik dan merupakan parameter yang lebih sensitif untuk uji teratogenik. Menurut Lu (1995), bahwa teratogenesis adalah pembentukan cacat bawaan. Kelainan ini sudah diketahui selama beberapa dasawarsa dan merupakan penyebab utama morbiditas serta mortilitas pada bayi yang baru lahir. Setelah pembuahan, sel telur mengalami proliferasi sel, diferensiasi sel, dan organogenesis. Embrio kemudian melewati suatu metamorfosis dan periode perkembangan janin sebelum dilahirkan.
Pengamatan organ bagian dalam ataupun anatomi fetus yang telah dibedah memperlihatkan bahwa pada perlakuan 2 dengan mencit ulangan ke 3 memperlihatkan bahwa pada fetus nomer satu menunjukkan kenormalan pada bagian organ seperti pada fetus perlakuan kontrol, pada fetus nomer dua diketahui terjadi ketidak normalan pada fetus dengan gumpalan putih pada sekitar lambung, pada fetus nomer tiga diketahui setelah dilakukan pembedahan fetus tersebut terlahat normal pada kelengkapan organ bagian dalamnya, pada fetus nomer empat diketahui terdapat gumpalan berwarna putih yang berada pada sekitar lambung, pada fetus nomer lima sampai dengan fetus nomer tujuh diketahui anatomi organya normal setelah dilakukan pembedahan, pada fetus ke delapan diketahui mempunyai paru-paru yang besar sebelah yang termasuk ketidaknormalan pada fetus, pada fetus ke Sembilan fetus terlihat normal, pada fetus kesepuluh terlihat ada pendarahan pada daerah leher mungkin disebabkan oleh kesalahan pada saat dislokasi fetus mencit.
Pengamatan pada perlakuan 2 dengan ulangan mencit ke tiga pada fetus nomer sepuluh diketahui terdapat pendarahan yang berada pada daerah sekitar leher, yang disebabkan oleh kesalahan pada saat dislokasi fetus mencit sehingga aliran darah pecah pada daerah tulang leher. Hal ini sesuai dengan literatur Marusin, (2011) bahwa adanya tapak resorpsi (gumpalan merah yang tertanam pada uterus) disebabkan karena pengaruh warfarin pada masa organogenesis, dimana tidak terdapat lagi sifat totipotensi sel sehingga tidak dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi dan tidak terjadi perkembangan selanjutnya. Akibatnya fetus mencit mati dan hanya terbentuk gumpalan merah. Atau juga disebabkan oleh kesalahan pada saat perlakuan hewan coba terutama pada fetus sehingga muncul adanya gumpalan darah pada daerah tersebut.

4.2.4 Perlakuan 3 konsentrasi 1400 mg/ kg bb
Pengamatan yang dilakukan pada perlakuan ke 3 dengan konsentrasi daun sirsak 1400 mg/kb bb diketahui sedikit mempengaruhi berat badan namun tidak sebanyak pada perlakuan 2 dengan konsentrasi daun sirsak 750 mg/ kb bb sehingga pada saat diamati pada perlakuan ke 3 pada perulangan ke 1 diketahui indukan mencit memiliki fetus sebanyak 14 ekor fetus. Fetus yang diamati ini sudah melahirkan pada hari ke 16 ini mungkin disebabkan oleh salahnya perkiraan hitung pada awal kehamilan dimulai, sehingga perhitungan pada induk mencit perulangan ke 1 satu ini berbeda pada indukan mencit yang lain. Namun pemberian sonde lambung pada mencit perlakuan ke 3 perulangan kesatu ini tetap dilakukan sampai pada hari ke 15 kehamilan namun menggunakan perhitungan kehamilan sepertin induk mencit lainnya, dikarenakan peneliti salah dalam memperkirakan awal mula terjadi kehamilan.
Pada hari ke-16 dan seterusnya, senyawa yang bersifat fetotoksik tidak menyebabkan cacat morfologis, tetapi mengakibatkan kelainan fungsional yang tidak dapat Pada laparaktomi juga diamati adanya tapak resorpsi, resorpsi berupa gumpalan merah yang tertanam pada eterus, akan tetapi tapak resorpsi tidak ditemukan pada tingkatan dosis. Hal ini menunjukan bahwa sifat toksik dari senyawa yang terdapat dalam sediaan uji pada dosis ini berkerja pada masa awal organogenesis dan langsung mematikan embrio, sehingga embrio yang sedang berkembang mati dan keluar melalui keguguran (aborsi). Hal ini mungkin disebabkan adanya kerentanan genetik. Reaksi fetus terhadap senyawa kimia bereaksi bukan hanya antar spesies hewan akan tetapi juga antar ras dan bahkan antar individu dari induk yang sama (Harbinson, 2001).
Pengamatan pada fetus mencit yang sudah dipisahkan dengan uterusnya dan dibersihkan dari cairan amnionya, kemudian ditimbang dan diukur panjang badannya mulai dari kepala sampai tulang ekor setelah itu dibedah untuk mengamati bagian anatomi fetus mencitnya. Pada penimbangan berat badan fetus mencit mulai pertama sampai fetus ke empat belas kemudian diukur panjang badannya. Pada fetus pertama seberat 2 gram dengan panjang 3 cm, pada  fetus kedua seberat 1 gram dengan panjang 2,2 cm, pada fetus ketiga seberat 2 gram dengan panjang 3,2 cm, pada fetus keempat seberat 2 gram dengan panjang 3 cm, pada fetus kelima seberat 2 gram dengan panjang 3,1 cm, pada fetus keenam seberat 2 gram dengan panjang 2,5 cm, pada fetus ketujuh seberat 1,5 gram dengan panjang 2,5 cm, pada fetus kedelapan seberat 1 gram dengan 2,8 cm, pada fetus kesembilan seberat 1 gram dengan panjang 2,4 cm, pada fetus kesepuluh seberat 2 gram dengan panjang 3 cm. selebihnya tidak jauh dari data tersebut dalam penimbangan berat fetus.
Berat fetus mungkin mempengaruhi kelengkapan dalam organ-organ bagian dalam ataupun pengamatan anatominya. Pada beberapa fetus mengalami kecacatan bagian anatominya namun tidak terlalu banyak yang mengalami ketidak abnormalan. Pada fetus mencit perlakuan ke 3 ulangan ke 1 dengan urutan fetus pertama dan kedua diketahui fetus mengalami hati yang berukuran kecil dibandingkan dengan ukuran hati fetus mencit pada perlakuan kontrol, namun ginjal, usus halus, usus besar, jantung dan sebagainya masih normal. pada ulangan pertama pada urutan mencit ke tiga sampai empat belas menunjukkan kenormalan pada bagian organ dalam fetus tersebut, ini mungkin disebabkan zat teratogenik yang diberikan pada hari ke 14 sudah tidak berpengaruh pada fetus juga dikarenakan perhitungan hari yang salah.
Kesalahan hitung pada induk mencit diperkirakan sekitar 3 hari lebih banyak dari pada perkiraan awal kehamilan. Sehingga zat teratogenik yang ada pada daun sirsak tidak berpegaruh ada bagian organ dalam atau anatominya. Sumber lain juga menyebutkan bahwa menurut Citrin dan Koren (2009) pada hari ke-16 dan seterusnya, senyawa teratogen tidak menimbulkan cacat morfologis, tapi mengakibatkan kelainan fungsional yang tidak dapat dideteksi segera setelah kelahiran. Menurut Utari (2013) bahwa Acetogenins hanya membunuh sel kanker yang ada dalam tubuh, sedangkan sel normal tidak akan diserang dan akan tetap tumbuh.





BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.        Ekstrak daun sirsak (Annona muricata) tidak memberikan pengaruh terhadap anatomi janin mencit (Mus musculus).

5.2. Saran
Penelitian ini sebaiknya meneliti janin mencit pada usia kehamilan 11.5 -17 hari pada periode organogenesis.



DAFTAR PUSTAKA

Aboubakr, Mohamed, Elbadawy, Mohamed. 2014. Embryotoxic and Teratogenic Effect Of Norfloxacin in Pregnant Female Albino Rats. Hindawi. Volume 2014. Article ID 924706. Halaman 1-7.
Almahdy, A., Febrianti, Rika. 2008. Efek Fetotoksisitas Ekstrak Biji Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) pada Mencit. Jurnal Sains dan Tekhnologi Farmasi. Volume 13. Nomor 2. Halaman 86-88. 
Gondo, Harry Kurniawan. 2007. Penggunaan Antibiotika pada Kehamilan. Volume 1. Nomor 1. Halaman 57-62.
Hermawan, Galih Prihasetya, Laksono, Hendrawan. 2013. Ekstraksi Daun Sirsak (Annona muricata L.) Menggunakan Larutan Etanol. Jurnal Tekhnologi Kimia dan Industri. Volume 2. Nomor 2. Halaman 111-115.
Marusin, Netti., Almahdy A dan Herlina Fitri. 2011. Uji Aktivitas Vitamin A terhadap Efek Teratogen Warfarin pada Fetus Mencit Putih. Seminar Nasional Biologi Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara 22 Januari 2011.
Setiawan, Cahya. 2009. Skripsi Efek Teratogenik Kombucha pada Tikus Putih (Ratus novergicus L.) Galur Wistar. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
 Utari, K., Nursafitri, Eka. 2013. Kegunaan Daun Sirsak (Annona muricata L.) untuk Membunuh Sel Kanker dan Pengganti Kemoterapi. Jurnal KesMaDaSka. Halaman 110-115.